Rabu, 08 Januari 2014

Cerpen Karyaku yang pernah jadi hitz pada masa SMP


Tetesan Air Mataku
  S

enja mulai pudar, ketika koakan burung Gagak datang menyertai malam yang suram, dingin, dan berkabut. Kini, aku dikamar pribadiku, sedang melahap buku tebal karangan J.K. Rowling, Di meja belajar tinggalan kakak perempuanku yang meninggal 1 tahun yang lalu.
            Hidup ini semakin perih,  ketika bang Riko, kakak laki-lakiku diterima dan sukses menjadi AKABRI. Kenapa tidak?
            Sejak bang Riko menjadi AKABRI, Ayah dan Ibu sepertinya sudah tidak menganggapku sebagai anaknya lagi. Ayah dan Ibu lebih mementingkan Bang Riko dari pada aku. Mulai—sejak —itu, aku hanya bisa menangis didekat jendela sambil mengurung diri di kamar.
            Lebih parahnya lagi, kini aku sudah tak bersekolah lagi di SMPku yang dulu.Ayah dan Ibu yang melarangku untuk bersekolah.Sebenarnya aku masih ingiiiiiin sekali bersekolah. Aku bisa dapat Ilmu, main sama teman-teman. Tapi, apadaya, hidup memang di atur sedemikian rupa. Aku hanya bisa menjalaninya…….
            Kini, sejak Ibu memecat Bi’yem, semua pekerjaan Bi’yem dulu, seperti nyapu, ngepel, cuci baju, dan pekerjaan rumah lainnya diserahkan padaku.
            “Mir, kalau tidak bersih, Awas kamu! Ketika aku sudah datang belanja, seisi rumah harus bersih dari debu dan kuman! Kamu—tau—khan, sebentar lagi ada arisan Ibu-ibu di sini, Jadi, kamu juga masakin ya!” kata Ibu cuek dan singkat.
            Aku hanya menganggukan kepala sambil melihat Ibu berjalan seperti Pragawati dengan pakaian minimnya menuju pintu keluar rumah.
            “Inikah hidup? Ya Tuhan! Tolonglah hambamu ini!” kataku dalam hati sambil menyeka air mataku yang jatuh membasahi pipi kananku.
            Satu—persatu, kini ku kerjakan pekerjaanku sebagai pembantu rumah anak, — eh… tangga.Aku nyapu, ngepel, lalu cuci baju, ngeringin baju, cuci piring, nyetrika, masak, dan Uh….. capek sekali.Belum nanti, teriakkan Ibu, Ayah dan bang Riko memanggilku untuk menyuruhku mengerjakan sesuatu.Entah “Mira!ambilin itu dong…!”, “Mira!Buatin mie!” dan lain sebagainya.Yang membuatku ingin kabur dari penyiksaan dan pemerasan kali ini.Iya benar! Cita-citaku dari dulu ketika Ibu, Ayah, dan bang Riko memerasku adalah ingin kabur dari rumah dan segera mencari sensasi menarik buatku.Acapkali aku mau kabur dari jendela, mesti ketahuan oleh bang Riko yang baru pulang dari dunia gemerlapnya……
            Aku hanya bisa kembali ke kamarku yang lembab lewat jendela lagi.
            Malam ini, 5 Desember, pukul 22.15 malam, kubulatkan tekatku untuk kabur dari neraka Jahanam ini.Dengan lewat jendela yang berukuran 1 meter lawan  ⅛ meter (kecil sih,).Tapi tak apalah! Demi keselamatanku sendiri.Ku paksakan tubuhku yang kurus ceking ini untuk segera keluar menuju alam malam yang sejuk bagaikan Nirwana bersungai madu.Lalu aku berjalan merunduk melintasi tumbuhan alang-alang yang panjang dan lebat untuk mengelabuhi Ibu yang sedang membaca di teras Rumah.
            Aku tau jalan keluar yang aman menuju jalan raya di depan.Yaitu lubang yang berada di selokan sebelah rumah.memang lubang itu besar.Akupun muat keluar-masuk lewat situ.Dan tanpa pikir panjang, akupun segera belok ke kiri menuju lubang selokan.Dan setelah sampai, akupun segera masuk ke lubang selokan itu menuju jalan raya.Meskipun kotor berlumpur dan airnya bau kencing, tak menyurutkan semangatku untuk mengambil kesempatan emas ini.
            Setelah sampai pada jalan raya, (meskipun kotor kena lumut kerak karena habis memanjat tembok selokan yang kotor sekali dan penuh kerak lumut).Akupun segera berlari sekuat tenaga untuk mengelabuhi pandangan Ibu yang sepertinya penasaran dengan sosok tubuh yang berlari.Lalu akupun segera bersembunyi di balik pohon, ketika Ibu membuka pagar besi untuk melihat keadaan sekitar.Tak lama kemudian, Ibu menutup  kembali pagar besinya serta menggemboknya rapat-rapat.Aku hanya bisa mengintipnya lewat sebelah pohon………
***
            Tampak, jalan raya sepi, sepi dari kendaraan.Angin malam yang bertiup dingin langsung menusuk kulit ariku.Aku hanya bisa berjalan sambil menggosok-nggosokkan lenganku yang dingin….
            Aku berjalan….berjalan… dan terus berjalan tanpa arah yang hendak ku kunjungi.Lalu aku melihat arloji yang tertempel di tanganku, hampir  pukul 12.00 malam!.Lalu aku memandang sekitar jalan raya……
            Tampak sepi, kosong dan dingin.Bahkan aku hanya di temani lampu kuning yang berjajar di tepi jalan dan kunang-kunang yang berterbangan menemani langkah kecilku.Aku hanya bisa merunduk melihat kakiku melangkah kosong.Lalu aku melihat ke depan, jarak 100 meter lagi itu gedung sekolahku.Gedung yang biasa untuk tempat belajar dan mengajar itu tampak sepi dan kosong.Lalu aku segera melangkahkan kakiku dengan cepat menuju depan pagar tralis gedung sekolahku dahulu.Tampak, ketika aku melihat halaman lapangan upacara bendera yang luas, Daun-daun tampak jatuh berguguran di batako 3 roda.Aku tau sebabnya kenapa mereka berguguran : karena angin malam yang berhembus sepoi-sepoi yang menerjang pepohonan yang berjaga di sekolah lamaku.
            Lalu aku segera melangkahkan kakiku dengan ringan menuju tiga bambu tua  yang berjajar tidur di tembok sebelah sekolah lamaku.Aku langsung teringat, ketika aku dan teman-temanku dulu bercengkrama sambil duduk di bambu yang berjajar itu.Tanpa terasa, air mataku meleleh ketika mengingat-ingat kejadian 1 tahun silam.Aku, kakak perempuanku, Dini, Gita ,Yossie, dan Dilla bercanda tawa sambil mengelum lezatnya lollipop strawberry.Aku hanya bisa tersenyum sambil menghapus air mata yang jatuh di pipiku.Lalu aku segera berjalan menuju tempat duduk dari bambu itu, dan langsung duduk—di posisi—aku terakhir kalinya duduk disini ketika sekolah.Kemudian aku bersandar pada tembok pagar sekolah SMP 1 Melati Jaya itu yang catnya temboknya berwarna putih. Lalu kulihat jarum jam pada arlojiku.Tampak pukul 00.15 dini hari.Biasanya jam segini, aku sudah berada di tempat tidur tikarku dengan di selimuti mimpi-mimpi terburukku selama aku tinggal bersama orang tuaku.Dan kini aku BEBAS!MERDEKA!Untuk selama-lamanya!Seumur hidupku!
            Dan tanpa terasa, mataku, pedih rasanya.Tiba-tiba mata ini mulai lelah.Aku setengah melihat, —jalan raya pada jam 12 malam itu sesepi dan sedingin ini.Dan tiba-tiba  aku sudah tak kuasa untuk membuka mataku ini……
***
            “Neng….bangun neng!Neng…?”
            tiba-tiba terdengar sesosok suara yang membangunkan ku dari mimpi khayalku.Suara serak bapak-bapak…..
            dengan segera, ku buka mataku yang berkunang-kunang ini.dan segera menoleh pada sesosok bapak-bapak yang telah membangunkanku.
            “Lho Neng, kenapa malam-malam tidur di sini?apakah eneng tidak pulang kerumah?khan besok sekolah Neng!”kata bapak yang bertampang lucu itu menasehatiku.
            “aku tak bersekolah pak!aku tak punya rumah pak!aku kabur dari rumah pak!ibuku…ibuku…”kataku sambil terisak sedih.Tanpa terasa linangan air mataku jatuh untuk kedua kalinya.
            “aku ngerti perasaan eneng.”kata bapak itu lagi.”gimana ceritanya eneng kok bisa kabur dari rumah eneng?”
            “ceritanya panjang pak”kataku terisak dengan suara yang lirih.
            Bapak itu hanya tersenyum sambil melihatku menangis tersedu-sedu.
            “ayo neng ikut ke rumah Bapak!disini dingin, gak baik untuk kesehatan!”kata bapak itu menawarkan.
            Aku hanya tersenyum menerima tawaran bapak yang baik hati itu.Baru kali ini, aku bisa bertemu orang yang baik hati……………
***
            ketika pintu rumah bapak itu terbuka, tampak keadaan rumah yang gelap da kosong.Rupanya para penghuninya sudah terlelap tidur.Dan hanya bapak inilah yang rupanya sedang berjalan-jalan di luar.Tanpa terasa, Mulutku sudah menguap lebar-lebar.
            “neng ngantuk ya?Wah disini kamarnya Cuma ada dua.Tapi eneng mau tidur sama putriku?”tawar bapak itu lagi.
            Aku hanya bisa menganggukan kepala tanda setuju.
            “ayo ikut aku neng!”kata bapak itu berjalan menuju kamar yang masih diterangi lampu neon.Aku hanya bisa berjalan membuntuti Bapak itu.
            “Nah…, ini kamar putriku.Itu disitu, putriku tidur.Eneng bisa tidur di sebelah putriku”kata bapak itu menunjukkan putrinya yang berselimut kuning yang sedang tertidur lelap.
            Aku hanya bisa menganggukan kepala sambil berjalan masuk ke kamar.Lalu kulihat bapak itu menutup pintu kamar kembali.Kemudian kulihat sekeliling kamar yang bercat oranye putih ini.Banyak berhias foto-foto eksyen putri bapak tadi.Tapi ketika melihat foto putri bapak itu lebih dekat, sepertinya aku dapat mengenal bentuk wajah dan T.T.D-nya serta nama di bawah foto itu.Terbaca jelas nama itu “Dini Nurvita” dan wajah yang memang kukenal dulu.Dan ini benar-benar Dini!Dini teman serta sahabatku di sekolah dulu.Seperti mimpi saja bisa bertemu lagi dengannya, bahkan tidur di sampingnya.Lalu segera ku rebahkan tubuh ini kekasur yang empuk dan hangat itu sambil menoleh ke wajah Dini yang sedang tidur pulas.Oh… aku tak sabar menunggu hari esok!biar Dini tau kalau aku sudah berada di sebelahnya.Kupejamkan mataku perlahan-lahan……….
***
            Ketika aku membuka mataku lebar-lebar, tampak beberapa anak-cewek yang pernah kukenali mengerubutiku.
            “kamu Mira khan?Mira Chiksewandono?”Tanya seorang anak di depan ku.
            “iya benar.Ka—kamu siapa?”tanyaku gelagapan.
            “MIRA!!Kami kuangeeen sekali sama kamu.Masa kamu tidak ingat kami, Dini, Gita, Yossie, Dilla, —“Kata seorang cewek yang bernama Gita itu menunjukkan  teman-teman lainnya sambil mencoba membangkitkan lagi memoriku.
            “I—Iya— ingat!ini Gita khan?, ini Dini khan?, ini Dilla khan?, ini Yossie—“isakku kemudian.
            Teman-temanku juga  terisak setelah aku mengucapkan satu persatu nama teman-temanku.
            “lalu kenapa— kenapa kamu tidak bersekolah secara tiba-tiba, Mir?”isak Yossie kemudian.
            “Ceritanya panjang.Sejak di tinggal kak Putri—abangku—Riko menjadi AKABRI”Kataku memulai pembicaraan.
            “Lalu?”Tanya Dilla Penasaran.
            “Lalu—aku—sepertinya sudah tidak—di perhatikan lagi oleh orang tuaku.Orang tuaku lebih mementingkan Bang Riko dari pada aku.Dan semenjak Ibu melarang aku untuk bersekolah, aku di siksa, di peras, di—“kataku tak bisa melanjutkan sambil terisak dan menangis.
            “Lalu—lalu kenapa kamu harus kabur dari Rumah?”Tanya Dini kemudian
            “Aku ingin kabur dari rumah—karena—karena aku sudah tak tahan dari penyiksaan ini.Aku ingin menggelar sensai baru.Aku ingin kerja—kerja cari duit!”kataku masih terisak.
            “Cari duit?”kata Dini berpikir.”Oh—Iya!aku punya tawaran main di sebuah sinetron ‘kisah 1001 Malam’.Akupun masih pikir-pikir, Dan sepetinya aku akan menolak ikut.Karena karir modelku yang padat.Apakah kamu mau menggantikanku menjadi pemeran utama?”Tawar Dini kemudian.Memang Dini adalah seorang supermodel.
            “Ma—mau!aku ikut!”kataku menyetujui sambil gelagapan.
            “Tapi jangan lupakan kami ya, calon Aktris!”kata Dilla sambil memelukku.Lalu kami ber lima berpelukkan gembira.
            Setelah mengikuti Tes akting dan diterima dengan senang hati oleh sutradaranya, Kini aku benar-benar merajut lika-liku dunia keaktrisan.Aku berakting di depan kamera, Hafalin naskah sinetron, dan yang membuatku semakin senang, sutradara terus memuji kemampuan aktingku yang semakin gemilang.”Bagus!bagus sekali!”.Hingga aku mempunyai kerabat dan sahabat dekat di lokasi syutingku.Dan semakin gembiranya diriku ketika setiap bulan dibayar (Gaji) yang cukup besar bagiku yaitu Rp.6000.000,-!Oh Tuhan, Rahmat dan Hidayah apa yang kauberikan kepada hambamu yang mendadak sekali ini!
***
            Tak terasa 5 tahun berlalu.Aku kini sudah menjadi Aktris tersohor bahkan hingga di Mancanegara!Aku sudah memiliki rumah pribadi, mobil pribadi, dan lainnya yang kurasa hidup ini semakin indah.
            Hingga tak beberapa lama, ada seorang model Laki-laki yang bernama Danny —yang ingin melamarku.Dia sepertinya bersungguh-sungguh menikahi aku.Hingga ku terima lamarannya.Tak lama kemudian, kami Menikah.Kami melangkah maju demi keluarga kecil kami yang harmonis.Aku menitih langkah ini dengan hati-hati.Hingga hubungan kami di karuniai seorang bayi laki-laki yang merah dan mungil.Kunamai dia Lorecy ChiksewandonoClifft.Nama yang indah bagi seorang bayi laki-laki yang lucu dan tampan.Lercy tumbuh dengan cepatnya.Dan tak terasa kini Lercy kecil sudah berumur 3 tahun.
            Tapi ada perasaan yang kurasa tidak mengenakkan ketika kami bertiga piknik di taman kota.Ketika kami bercanda tawa, tiba-tiba ada 2 orang pengemis laki-laki dan perempuan yang sudah tua rentah meminta sedekah pada kami.Saat aku memberi beberapa uang receh ke pada pengemis tua itu, aku langsung teringat pada Ayah dan Ibu yang kejam di saat aku memandang wajah pengemis  yang hitam legam dan keriput  itu.Lalu kupanggil kedua pengemis tua itu.
            “Pak—Bu—sini kemari!aku mau bertanya soal kalian berdua!”teriakku memanggilnya.
            Lalu kedua pengemis itu menoleh padaku lalu berjalan kembali ke arahku.
            “Apa nak?”Tanya pengemis perempuan tua itu.
            “Apakah kalian kenal dengan Bapak Bambang Subandono dan Ibu Ninik Haryati?”tanyaku bersungguh-sungguh.
            “Lho neng, kok tau nama kami berdua?”Tanya pengemis laki-laki itu yang ternyata Ayahku sendiri.
            Dan tak terasa, Air mataku meleleh bagaikan lilin-lilin yang terkena sengatan api yang sangat panas.Hatiku serasa pecah dan detak jantungkku serasa berdetak kencang, kencang sekali.
            “Ayah—Ibu—ka—kalian ingat Mira Khan?Kalian ingat putri bungsu kaliankan?MIRA!”tanyaku kemudian sambil terisak sedih.
            “Mira?dia kan sudah mati”bisik perempuan tua itu agak keras.
            “Bukan.Mira masih hidup bu!Mira disini!Aku adalah Mira!Dan—dan—ini cucu Ayah dan Ibu.Lercy kecil Cucu Ibu!”isakku kemudian sambil membangkitkan ingatan mereka.”Maaf Bu, waktu itu aku kabur dari rumah!”kataku jujur sambil terisak-isak.
            “MIRA!”kata kedua pengemis itu sontak terkejut mendengar namaku.Seketika itu juga kedua pengemis itu langsung memelukku.
            Tapi……………………
            “HEI PENGEMIS BAJINGAN!Jangan berani-berani memeluk Istriku!Kalian itu kotor dan bau.dan sekarang kalian—PERGI!aku bilang PERGI!”Kata Danny suamiku marah sambil menendang satu persatu kedua pengemis tua itu.
            Seketika itu kedua pengemis itu langsung jatuh berdebum.Mereka langsung menitihkan air mata sambil memandang sayu wajahku.
            “Sekarang juga, kalian pergi dari sini.Dan jangan harap kalian bisa BERTEMU MIRA KEMBALI!”Teriak suamiku menggelegar.
            2 pengemis itu pergi dengan berjalan tertatih-tatih  sambil terisak sedih.Dan hari ini juga, aku hanya bisa melihat Ayah dan Ibuku untuk terakhir kalinya.
            “Ayah—Ibu maafkan anakmu yang durhaka ini!”Kataku dalam hati sambil menyeka air mataku yang membasahi pipipku.”Ya Tuhan!Tolonglah Ayah dan Ibuku.Semoga mereka di beri ketabahan dan keselamatan!AMIEN!

**TAMAT**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar