Danny
Menunggu operasi itu sangat lama ternyata.Suntuk, Bete itulah yang terbang diatas ubun-ubunku.ingin rasanya bila aku bisa berkendara motor ingin cepat-cepat pulang karena ada acara televisi yang memang sudah kutunggu-tunggu.Belum lagi Ibu dan Bapak sibuk mengurusi surat-surat dan kamar yang akan di pakai Budhe kelak.
Sendiri, mungkin itu yang lebih pantas untukku saat ini.Duduk-duduk di sebelah ruang oprasi seperti orang tolol bin Gila, nyanyi-nyanyi, mandangin Dokter-dokter dan perawat ganteng yang kebetulan lewat.mungkin itulah pekerjaanku sementara waktu.
Malam semakin larut, berkabut lagi.rasanya dingin sekali dan merinding soalnya di 2 blok ruangan dari ruang oprasi itu adalah kamar mayat.Lagipula disini sepi, dingin, kadang ada sehembus angin malam yang menyapaku.Brrr dingin.
Belum lagi pikiranku yang aneh-aneh tentang kamar mayat yang dari tadi ku liriki.rasanya takut sekali sendirian di dekat kamar mayat, lagian udara malam saat ini sedang tak bersahabat.Ingin kabur, ah.. masa Budhe yang lagi dioprasi ditinggal begitu saja, ingin nangis atau berteriak, nanti dikiranya aku masih anak ingusan, malu juga takut saat itu.Akhirnya aku memilih diam sambil melihat pepohonan tua Rumah sakit yang menjadi sarang burung hantu.
Sudah tiga jam aku menunggu, sendiri dan takut sekali perasaanku waktu itu.Malampun juga semakin larut, cuaca semakin dingin, kulirik arlojiku hampir pukul setengah delapan malam.Aku sudah frustasi sekali dan sangat putus asa karena Ayah ataupun Ibu tak kunjung menampakkan batang hidungnya, di Koridor yang sepi dan menakutkan, sendiri lagi.Aku juga mengharap-harapkan ada dokter atau perawat yang lewat, yah lumayan bisa dipanggil dan bisa jadi teman semantara.Tapi sepertinya tak ada Dokter atau Perawat yang lewat.Keadaan juga semakin sepi.Hanya ada aku sendiri di koridor angker katanya orang-orang.
Tak terasa air mataku menetes sangking tak tahan menahan rasa takut.Akhirnya kuputuskan untuk berjalan-jalan di sepanjang koridor.Tapi ketika aku sudah berada di depan kamar mayat, aku langsung lari karena takut.Detik demi detik kuhabiskan untuk berjalan mondar-mandir di sekitar ruang operasi seperti layaknya orang kebingungan.Aku mendengar suara alat pacu jantung yang masih berbunyi, dan keheningan di dalam ruangan operasi.Ah masa bodoh, akukan tidak ikut operasi, jadi apa masalahnya.
Lalu aku mencoba berjalan menjauhi ruangan operasi menuju taman hanya sekadar melihat-lihat, lalu kembali ke bangku di koridor yang memang dikhususkan untuk orang –orang yang menunggu saudaranya atau temannyalah untuk dioperasi.
Ternyata ditempat duduk yang tadi kubuat duduk sekarang ada yang menempati seorang anak lelaki China, berkaca mata dan sedang memegangi kantong cairan bening atau bahasa kerennya infuslah kalau taunya begitu, dan sepertinya dia sedang ditemani seorang perawat cantik.
Tanpa basa-basi aku mendekatinya.Aku duduk di sampingnya.dan anehnya Perawat cantik tadi meninggalkan kami dengan wajah yang dingin pucat dan berjalan sangat cepat.Aku tak terlalu mementingkan perawat tadi, lalu kulihat anak lelaki China yang dari tadi merunduk sedih.
“H-hai!”sapaku terbata-bata.
Lalu anak itu menoleh dengan wajah yang memaksakan senang kepadaku.Wajah anak itu pucat, berbibir putih dan mata sipitnya terlihat memandangku sayu.Aku seperti Iba rasanya melihat dia yang pucat dalam sakit.
“Oh… Hai juga!”kata anak itu memaksakan senyum padaku.”Lho kamu kok ada disini?”
Aku sempat kaget mendengar ucapan anak tadi.Lalu anak itu menunduk kembali.
“Eh… maksudmu? Sori, bukannya aku lancang, kau sudah pernah mengenalku sebelumnya?Kamu siapa?”Kataku kaget
“tidak.maksudku, kenapa kamu sendirian di koridor sepi pada jam segini.apa kamu gak takut?—“kata anak itu tak sempat berbicara yang memang sengaja kusela.
“maaf.Kenapa perawat tadi meninggalkan mu ketika aku kemari?”selaku karena memang aku penasaran perawat misterius tadi.
Lalu anak tadi tersenyum sambil menghembuskan nafasnya yang seperti asap putih dari hidungnya.memang suasana sekarang lagi dingin sekali.Dan sedetik kemudian dia mengenalkan diri sambil mengulur tangannya kepadaku.
“Eh jawab dulu—“kataku tak sempat melanjutkan
“Aku Danny, Kalau boleh tau kamu mm… nama kamu siapa?”sela Danny tak sopan.
Aku merasa sedikit marah karena ucapanku tadi dipotong secara spontan dan tak sopan.dengan terpaksa, aku raih tangan putih Danny yang dingin seperti es itu.aku juga sempat kaget, tangannya duingin sekali.
“Emerlda.Senang bisa berkenalan denganmu.Ngomong-ngomong kamu sakit apa?”tanyaku penasaran sambil melihat botol infusnya.
Lalu kulihat, Danny tampak kebingungan menjawab pertanyaanku.Aku jadi teraneh-aneh melihat Danny.Anak ini aneh sekali, batinku.
“Maaf, apa ucapanku tadi salah?”tanyaku untukk kesekian kalinya sambil memandang aneh wajah beku Danny.
Dia semakin bingung untuk menjawab pertanyaanku.Aku jadi semakin penasaran pada penyakit misteriusnya.Akhirnya dia diam sambil menunduk.Aku jadi bingung pada sikap aneh Danny.
“O-okey deh.Gak usah pikirin pertanyaanku tadi.Kamu kelas berapa?sekolah dimana? Ehm.. ranking berapa?”tanyaku tersipu malu.Memang aku suka banget sama cowok pinter.
“Sebenarnya aku masih kelas 10 SMA.Tapi, karena dua tahun yang lalu aku pindah ke Korea, jadi, sekarang aku Lulus predikat lulusan Korea.Karena rata-rata ank-anak sana Lulus pada usia 16 Tahun”kata Danny dingin.
“Wah hebat dong sekolah di Korea.Enak nggak sekolah disana?”tanyaku Surpraise.
“Dikatakan enak, enggak juga.Biasa-biasa saja.”jawab Danny singkat.
Beberapa menit, aku berbincang banyak dengan Danny.Senang rasanya bisa berkenalan dengan orang yang semula tak kukenali yang sekarang jadi kawan obrolan.
“Lalu, Kamu peringkat berapa disana? Em….. mau kuliah disini ato disana?”Tanyaku bersemangat tapi sedikit malu.
“Aku ranking 5 dari satu Sekolahan.Kalo kuliah, aku belum mikir sampai sana.Aku ingin refreshing dulu.”kata Danny sambil memaksakan senyumnya.
Wah encer juga ni anak, batinku.Aku memang sudah sejak awal menduga anak ini pinter.Terlihat dari wajahnya yang nggak bego dan berkaca mata yang menandakan anak ini suka baca, setahuku begitu.
“Wow rangking 5.Hebat banget!Gimana kamu bisa dapetin peringkat 5?susah dong?”tanyaku senang.
Danny hanya bisa menjawabnya dengan senyum kecil sambil kembali menunduk.Kulihat pipinya yang semula tampak pucat kini agak sedikit berwarna karena senyum kecilnya. Danny memandang wajahku dengan senyumnya yang makin cemerlang.Aku jadi deg-degan.
Tapi sedetik kemudian, Danny kembali murung dengan wajah dinginnya.Aku jadi kaget.Danny lalu menunduk kembali sambil tangannya yang tertusuk jarum infus memegang lehernya yang… Ouw, kenapa leher Danny lecet? Seperti habis diikat tali tambang dengan kuat hingga memar.Aku jadi sedikit gugup.Semoga Danny tak mengapa, batinku.
Setelah melihat lecet dileher Danny, Gugup sih, tapi aku tak takut sama sekali dengan keadaan aneh Danny.Malah aku makin penasaran, ingin tahu kenapa leher Danny….
“Kau ingin tahu kenapa leherku memarkan?Ini karena kecerobohanku sendiri.”kata Danny dingin.
Aku diam sambil terus memandang wajah pucat Danny.Aku jadi bertanya-tanya, kenapa dan apa kecerobohan bodoh yang samapi melukai diri Danny sendiri.Lalu Danny meletakkan botol infusnya berdiri di rak yang agak tinggi sebelah bangku rumah sakit.Aku hanya bisa melihat gerak-gerik Danny yang kembali menunduk.Lalu Danny kembali bercerita.
“Ini semula gara-gara seorang anak pengemis yang mencercaku, ketika anak itu tak kuberi receh.Waktu itu aku memang tak punya uang receh.”Kata Danny.
Aku hanya mengangguk-angguk kecil mendengar sekilas cerita Danny.”Lalu,”tanyaku kemudian.
“Lalu, beberapa hari kemudian, aku bertemu anak pengemis itu lagi.Ingin sekali memberinya uang receh.Tapi memang bukan rejeki anak pengemis itu, aku tak punya uang receh.Padahal aku sudah mengatakan baik-baik bahwa aku tak punya uang receh.Tapi, Anak itu langsung meninggalkan dengan wajah yang marah sambil membawa uang logam dan menggoresnya sepanjang mobilku.Karena memang emosi yang sudah meluap, Aku keluar dari mobil dan mengejar anak pengemis itu.”Cerita Danny.
Aku hanya diam sambil mengelupasi kulit bibirku.”Kalo aku jadi kamu, pasti anak itu akan ku caci maki dan suruh mengganti”Kataku asal.
“Semulanya aku berpendapat sepertimu.Kukejar anak pengemis itu sampai di sebuah Selokan kecil yang semula tak kuketahui.Aku tersandung, kulihat anak pengemis itu berlari kearah sekelompok anak pengemis juga yang berpakaian compang-camping yang memang merencanakan sesuatu.Aku jatuh, dan leherku, leherku terbaut tali tamapar yang mungkin jebakan dari anak-anak pengemis itu.Aku jatuh berdebum dan leherku terikat kuat oleh tali tampar hingga aku tak bisa lagi bernapas….”Cerita terakhir Danny yang diceritakan kepadaku.
Aku hanya terdiam, terpaku mendengar cerita Danny.Aku hayati cerita Danny.Aku bingung sekali.Kulihat Danny menunduk sambil memperlihatkan luka Lecet akibat terikat tali tampar yang sangat kuat.Lalu, eh Tunggu……….
Bukannya Danny bercerita tentang dirinya yang jatuh tersandung dan lehernya terikat tali tampar hingga tak bisa lagi bernapas?Kalau Danny meninggal, Kenapa dia bisa bercerita dihadapanku?
Lalu kudengar suara beberapa dentuman sol sepatu yang berlomba, suara gelindingan roda, dan suara tangisan wanita yang sangat keras yang mengalihkan perhatianku terhadap Danny.Aku lalu menoleh ke arah sumber suara dan melihat gerombolan orang-orang dan beberapa perawat yang sedang mendorong tempat tidur berodanya-Rumah sakit hingga aku melupakan Danny dalam sekejap.Aku menarik napas panjang ketika tempat tidur beroda yang berserakan seutas tali tampar tua berwarna coklat kehitaman dari seseorang (tak tahu apa organ tubuh yang terikat) yang terbaring dan tubuhnya telah ditutupi kain biru muda itu memasuki kamar mayat.Serta orang-orang berparas China yang mengikutinya dari belakang.Terutama tangisan seorang Ibu setengah tua yang nyaring ditelinga.Setelah semua rombongan masuk, pintu kamar mayat tertutup.Aku diam dan aku teringat akan sesuatu yang barusan terjadi.Danny… ya Danny.
Tanpa sadar aku berbalik dimana Danny pertama kali duduk disebelahku.Bangku besi yang semula di duduki Danny, kini telah kosong.Aku… Aku diam menyaksikan bangku kosong yang cepat sekali ditinggal penghuni sementaranya, Danny.Aku menitihkan air mata.Aku teringat, Tali tampar yang diceritakan Danny, apakah sama dengan tali tampar yang kulihat barusan?Apakah mayat itu mayat Danny?Kenapa Danny yang mengalami semua musibah ini?Padahal aku baru saja mengenalnya.Berdetik-detik yang lalu aku melihatnya untuk terakhir kalinya, sosok murung Danny yang sekarang telah kembali berpulang.Aku sadar akan Mati sesudah Hidup dan Hidup sebelum Mati.Mungkin tadi aku telah menemani Danny untuk terakhir kalinya meskipun bukanlah Danny yang sebenarnya.
Padahal aku ingin mengenalmu lebih jauh, Danny.Aku ingin melihatmu yang masih hidup.Aku ingin merasakan tanganmu yang sehangat sinar matahari, bukanlah sedingin batu es.Aku ingin melihat wajahmu tersenyum cerah, secerah langit biru.Tak sedingin timbunan salju di kutub Utara yang telah usang.
Tadi, aku yakin bisa menerangimu dalam kegelapan kalbumu dengan lilin-lilin kecil yang terbuat dari senyuman kecil penuh kebahagiaan.Tapi, sekarang lilin-lilin kecil itu telah padam dan berganti hati yang hancur sekaligus berduka atas kejadian yang memang membuatku tak bisa melupakanmu hingga sekarang.Danny…..
Danny:”Emerlda, bila kini aku masih hidup, aku mungkin bisa menemanimu hingga hari akhir datang.Good Bye My New Friend!”
**TAMAT**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar