Senin, 07 Juli 2014

Persebaran Multikulturalisme Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural

Postingan ini membahas tentang  Masyarakat Indonesia bisa multikultural dengan konsep persebaran multikulturalisme. Tugas dari mata kuliah multikulturalisme ini sebagian saya comot dari internet, buku dan saya kembangkan sendiri. Semoga bermanfaat bagi pembaca!

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Negara Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat, suku bangsa, etnis atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda dari daerah satu dengan daerah lain. Sampai saat ini tercatat ada lebih dari 500 etnik yang menggunakan lebih dari 250 bahasa (Suryadinata, 1999). Masing-masing etnik itu tidak berdiri sebagai entitas yang tertutup dan independen tetapi saling berinteraksi satu sama lain dan saling bergantung (Abdillah, 2001), serta saling mempengaruhi satu sama lain (Siahaan, 2003).
Maka dari itu, masyarakat Indonesia yang berbeda-beda etniis dan juga bahasa itu harus mengerti akan multikulturalisme agar tidak terjadi kesalah pahaman yang tertuju pada konflik. Multikulturalisme mencakup hal-hal yang berkaitan dengan sosialisasi antar budaya, seperti rasa tenggang rasa, saling menerima, tidak mendiskriminasi, menghargai kebudayaan lain, dan juga senantiasa menghormatinya.
Dari makalah ini saya akan membabarkan tentang persebaran multikulturalisme yang bertujuan membentuk masyarakat Indonesia yang multicultural yang berkiblat di Negara Amerika Serikat yang paham akan multikulturalisme.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Multikultural di Amerika Serikat?
2.      Bagaimana Reformasi sebagai historis multicultural di Indonesia?
3.      Bagaimana Konsep multiculturalisme dan persebarannya?
4.      Bagaimana cara menuju masyarakat Indonesia yang multicultural?



C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui arti Multikulturalisme melalui historis Amerika Serikat
2.      Mengetahui  historis era Reformasi yang menyangkut multikultural di Indonesia
3.      Mengetahui konsep-konsep persebaran multikulturalisme
4.      Mengetahui masalah multikultural di Indonesia dan pemecahan masalahnya menuju masyarakat yang Multikultural.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Multikultural Di Amerika Serikat
Bangsa Amerika Serikat selalu bangga bahwa mereka merupakan wahana pembaruan banyak suku dan bangsa, dan memandang negara mereka sebagai tempat berlindung bagi orang-orang yang tertekan. Pada awal abad 19 imigran yang berasal dari Irlandia dan Jerman menghadapi kebencian yang kadang-kadang meledak menjadi kian memuncak ketika jutaan imigran dari Eropa timur dan selatan berbondong-bondong memasuki Amerika. Dilain itu juga selama akhir abad ke-19 dan awal abad 20 banyak orang Amerika termasuk imigran generasi ke dua mulai mempertanyakan konsep imigrasi terbuka itu dan menganjurkan supaya dibatasi. Hal ini yang merupakan awal dari kecurigaan antar satu kelompok yang sudah menetap di Amerika untuk membatasi akses masuk kelompok lain ke Amerika dengan maksud untuk mempertahankan status quo. Akan tetapi imigran terus berdatangan karena terpikat oleh harapan untuk dapat menempuh hidup yang lebih baik di dunia baru itu, namun sebuah pengharapan itu tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan pada imigran hanya mendapatkan gubuk-gubuk reot, pekerjaan gersang, dan kekerasan di jalan-jalan. Dengan berkumpulnya jutaan etnis dengan latar belakang yang berbeda di Amerika, hal ini membuka sebuah celah konflik baru di Amerika. Ini terbukti pada abad ke-19 dan 20 terjadi sebuah konflik yang berujung pada pertengkaran berdarah antar satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Pada masa berkembangnya gagasan akan keberbedaan dalam satu wadah yang disebut dengan meltingport, dimana ada budaya asli yang dibawa dari masing-masing asal negara yang mendiami Amerika dan warga negara tersebut telah menyatakan dirinya sebagai satu kesatuan bangsa hampir sama dengan warga negara lainnya yakni warga negara Amerika Serikat warga yang mencari sebuah  kebebasan dari ancaman penindasan ditanah asli.
            Selain pertentangan antar kelompok-kelompok, di Amerika juga terkenal akan diskriminasi antara ras kulit putih dan ras kulit hitam saat perang dunia ke-2. Saat perang dunia ke-2, Masyarakat Amerika hanya mengenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan Kulit Putih yang Kristen.  Golongan-golongan lainnya yang ada dalam masyarakat-masyarakat tersebut digolongkan sebagai minoritas dengan segala hak-hak mereka yang dibatasi atau dikebiri.  Di Amerika Serikat berbagai gejolak untuk persamaan hak bagi golongan minoritas dan kulit hitam serta kulit berwarna mulai muncul di akhir tahun 1950an.  Puncaknya adalah pada tahun 1960an dengan dilarangnya perlakuan diskriminasi oleh orang Kulit Putih terhadap orang Kulit Hitam dan Berwarna di tempat-tempat umum, perjuangan Hak-Hak Sipil, dan dilanjutkannya perjuangan Hak-Hak Sipil ini secara lebih efektif melalui berbagai kegiatan affirmative action yang membantu mereka yang tergolong sebagai yang terpuruk dan minoritas untuk dapat mengejar ketinggalan mereka dari golongan Kulit Putih yang dominan di berbagai posisi dan jabatan dalam berbagai bidang pekerjaan dan usaha (lihat Suparlan 1999).
Di tahun 1970an upaya-upaya untuk mencapai kesederajatan dalam perbedaan mengalami berbagai hambatan, karena corak kebudayaan Kulit Putih yang Protestan dan dominan itu  berbeda dari corak kebudayaan orang Kulit Hitam, orang Indian atau Pribumi Amerika, dan dari berbagai kebudayaan bangsa dan sukubangsa yang tergolong minoritas sebagaimana yang dikemukakan oleh Nieto (1992) dan tulisan-tulisan yang di-edit oleh Reed (1997).  Yang dilakukan oleh para cendekiawan dan pejabat pemerintah yang pro demokrasi dan HAM, dan yang anti rasisme dan diskriminasi adalah dengan cara  menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah di tahun 1970an.  Bahkan anak-anak Cina, Meksiko, dan berbagai golongan sukubangsa lainnya dewasa ini dapat belajar dengan menggunakan bahasa ibunya di sekolah sampai dengan tahap-tahap tertentu (Nieto 1992).  Jadi kalau Glazer (1997) mengatakan bahwa ‘we are all multiculturalists now’ dia menyatakan apa yang sebenarnya terjadi pada masa sekarang ini di Amerika Serikat, dan gejala tersebut adalah produk dari serangkaian proses-proses pendidikan multikulturalisme yang dilakukan sejak tahun 1970an.

B.     Reformasi Sebagai Historis Multicultural Di Indonesia
Pada era Reformasi ini  politik multikulturalisme mulai menjadi wacana hangat  diperbincangkan orang ketika Abdurahman Wahid atau Gus Dur menjabat Presiden RI.  Beliau dipandang sebagai  tokoh yang menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan atau pluralisme yang ada di Indonesia. Gus Dur sering  memprakarsai dialog antar agama. Untuk menghilangkan sentiment anti cina,  dalam pemerintahannya, keberadaan dan eksistensi komunitas Cina ditengah – tengah warga pribumi diakui,  dengan  memberi  mendapat kesempatan untuk berperan serta. Selain itu, Konghuchu, agama warga Tionghoa diakui sebagai agama resmi ke enam di Indonesia.
Secara historis di bidang politik dan ekonomi , kita punya dikotomi pribumi dan non pribumi. Non pribumi  ditujukan kepada Cina, karena  sejak masa penjajahan Belanda , kekuatan ekonomi kedua golongan ini (pribumi dan cina ) berjalan tidak seimbang. Pemerintah  Belanda   memberikan kesempatan dan fasilitas lebih di bidang perdagangan pada golongan cina, sehingga terjadi   kesenjangan sosial. Ketika pemerintahan Orde Baru membuat kebijaksanaan ekkonomi  yang menguntungkan golongan cina, sehingga banyak dari golongan ini yang menjadi konglomerat, maka jelas sentiment anti cina tidak pernah hapus.   
Gerakan reformasi yang muncul di akhir rezim Soeharto membawa peluang baru bagi masyarakat  untuk menengok kembali perlakuan – perlakuan sosial dan politik yang otoriter dan bersifat membatasi politik rakyat.  Muncul sistem multi partai menggantikan sistem tiga partai dalam Pemilu yang dipercepat pada tahun 1999.  Dalam sistem multi partai, diharapkan rakyat mendapat  kebebasan menyalurkan aspirasi politik  mereka.
Dalam reformasi pangakuan adanya pluralitas,  perbedaan cara hidup, baik secara agama, budaya, politik, maupun jenis kelamin mulai  didengungkan, baik melalui legislasi ( lahir UU. Konflik Sosial, UU. Fakir Miskin dan Rativikasi Konvensi Internasional mengenai Penyandang Dissabilitas)  maupun dalam berbagai aktivitas kultural. Hal tersebut memberi ruang kepada masing – masing masyarakat yang berbeda  untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri tanpa harus takut terkena diskriminasi dari pihak lain karena haknya dijamin dan dilindungi oleh hukum. Politik multikulturalisme mulai memperlihatkan  kembali wajah yang cerah.
Konsekuensi  logis dari politik multikultural  adalah toleransi menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. Karena  dalam politik multikulturalisme, orang dibiarkan  berkembang dalam identitasnya yang unik, bahkan semua kelompok didorong untuk  melaksanakan penghayatan identitas kulturalnya secara konsekuen selama tidak mengganggu ketertiban bersama dan  tidak mengganggu dan menghambat kelompok lain. Bila toleransi tidak diutamakan , maka konflik sosial tidak bisa dihindarkan.

C.    Konsep Multikulturalisme Dan Persebarannya
Konsep multikulturalisme tidak dapat di samakan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat majemuk karena  multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Di Amerika serikat, berbagai gejolak sosial untuk persamaan hak bagi golongan minoritas dan kulit hitam serta kulit putih mulai muncul diakhir tahun 1950an. Puncaknya adalah pada tahun 1960an dengan dilarangnya perlakuan diskriminasi oleh orang kulit putih terhadap orang kulit hitam ditempat-tempat umum.
Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi  sebuah ideologi yang  harus diperjuangan. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri tetapi masih tetap membutuhkan seperangkat  konsep-konsep yang mendukungnya.
  Untuk dapat memahami konsep-konsep multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dengan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia.  Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan diantara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikultutralisme sehinga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini.  Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan (Fay 1996, Rex 1985, Suparlan 2002).

D.    Menuju Masyarakat Indonesia Yang Multicultural
Dari Penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan, dari penjelasan tentang sejarah multicultural di Amerika yang menceritakan bahwa betapa peliknya kasus-kasus yang mencerminkan multikulturalisme, dari kasus pertentangan antar kelompok hingga diskriminasi antar ras kulit putih dan ras kulit hitam. Dari gerakan-gerakan yang berusaha menentang diskriminasi ras kulit putih, akhirnya ras kulit hitam mendapatkan persamaan ekonomi, sosialisasi, pendidikan dll. Dari penjelasan tentang historis tersebut, saya dapat mengambil hikmah, bahwa sebenarnya tak perlu ada diskriminasi didunia ini. Karena setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan dan dari situlah manusia bergantung ke manusia lainnya. Kini masyarakat Amerika begitu membaur antara ras kulit putih dan ras kulit hitam, karena kebutuhan yang mendorong mereka menjadi masayarakat yang gotong royong dan bekerja sama membangun negaranya. Dari kerja sama tersebut, perlunya konsep-konsep multikulturalisme yang harus ditanamkan sejak usia dini melalui pendidikan dan keluarga, serta peran sosialisasi agar multikulturalisme tetap terjaga demi pembangunan Amerika dikedepannya.
   Begitu juga di Indonesia, Cita-cita reformasi yang sekarang ini nampaknya mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya ada baiknya digulirkan kembali. Alat penggulir bagi proses-proses reformasi sebaiknya secara model dapat dioperasionalkan dan dimonitor, yaitu mengaktifkan model multikulturalisme untuk meninggalkan masyarakat majemuk dan secara bertahap memasuki masyarakat multikultural Indonesia. Sebagai model maka masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau bhinneka tunggal ika yang multikultural, yang melandasi corak masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal.
Bila pengguliran proses-proses reformasi yang terpusat pada terbentuknya masyarakat multikultural Indonesia itu berhasil maka tahap berikutnya adalah mengisi struktur-struktur atau pranata-pranata dan organisasi-organisasi sosial yang tercakup dalam masyarakat Indonesia. Isi dari struktur-struktur atau pranata-pranata sosial tersebut mencakup reformasi dan pembenahan dalam kebudayaan-kebudayaan yang ada, dalam nilai-nilai budaya dan etos, etika,  serta pembenahan dalam hukum dan penegakkan hukum bagi keadilan. Dalam upaya ini harus dipikirkan adanya ruang-ruang fisik dan budaya bagi keanekaragaman kebudayaan yang ada setempat atau pada tingkat lokal maupun pada tingkat nasional dan berbagai corak dinamikanya.
Upaya ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman etika dan pembakuannya sebagai acuan bertindak sesuai dengan adab dan moral dalam berbagai interaksi yang terserap dalam hak dan kewajiban dari pelakunya dalam berbagai struktur kegiatan dan manajemen. Pedoman etika ini akan membantu upaya-upaya pemberantasan KKN secara hukum.
Bersamaan dengan upaya-upaya tersebut diatas, sebaiknya Depdiknas R.I. mengadopsi pendidikan multikulturalisme untuk diberlakukan dalam pendidikan sekolah, dari tingkat SD sampai dengan tingkat SLTA. Multikulturalisme sebaiknya termasuk dalam kurikulum sekolah, dan pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai pelajaran ekstra-kurikuler atau menjadi bagian dari krurikulum sekolah (khususnya untuk daerah-daerah bekas konflik berdarah antar sukubangsa, seperti di Poso, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan berbagai tempat lainnya). Dalam sebuah diskusi dengan tokoh-tokoh Madura, Dayak, dan Melayu di Singkawang baru-baru ini, mereka itu semuanya menyetujui dan mendukung ide tentang diselenggarakannya pelajaran multikulturalisme di seklah-sekolah dalam upaya mencegah terulangnya kembali di masa yang akan datang konflik berdarah antar sukubangsa yang pernah mereka alami baru-baru ini (lihat Suparlan 2002).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
           Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Multikulturalisme sangat penting keberadaannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang beraneka ragam suku dan budayanya. Dari historis Amerika, Multikultural diadakan, bahkan dipendidikan mereka agar multikultural ditanamkan sejak usia dini dan harapannya mereka dapat saling bekerja sama demi membangun negaranya tanpa adanya perbedaan-perbedaan  yang menghalanginya. Diera reformasi juga dibababrkan bahwa dengan dimunculkannya Bapak multicultural yaitu Gus Dur, maka perbedaan etnis antara etnis cina dan pribumi dapat dihapuskan dengan adanya gerakan reformasi. Dalam membangun masyarakat Indonesia yang multikultural juga harus dilandaskan pada konsep-konsep multikultural yaitu landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dengan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia.  Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya.

Saran :
            Perlu diadakannya rasa emppati, simpati dan toleransi pada setiap masyarakat Indonesia untuk mencapai kehidupan multikultural. Pencapaian itu dapat melalui pendidikan, keluarga, dan sosialisasi.





DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. Identitas Dan Krisis Budaya , Membangun Multikulturalisme Indonesia. 2007. Kongresbud.budpar.co.id
Mahfud, Choirul.  Pendidikan Multikiltural. 2001. Jakarta : Pustaka Pelajar
Tilaar. H. A. R. Multikulturalisme : Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta. PT Gramedia Widyasarana Indonesia.
Sowell, Thomas. Mosaik Amerika Sejarah Etnis Sebuah Bangsa. 1989. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Allen F Davis dan D. Harold D. Woodmand. Konflik Dan Konsensus Dalam Sejarah  Amerika Modern. 1991. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

id.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar